Beranda | Artikel
Belajar Dari Pengemudi Becak
Selasa, 1 April 2014

Oleh Prof. Dr. M. Suyanto, M.M.*

Beberapa sambutan mengawali seminar dalam rangka setahun BeritaNET.com beberapa waktu lalu.  sambutan pertama disampaikan General Manager PT. Telkom Kandatel Yogyakarta, Ir.  Nyoto Priyono, MM. Disusul pejabat Depkominfo, Dr. Ir. Ari Santoso, DEA. Sambutan berikutnya oleh tuan rumah, Gondowijoyo, pimpinan BeritaNET.com yang juga pemilik Penerbit Andi.

Ada yang menarik dalam sambutan Pak Gondo. Ia menegaskan pentingnya membangun harkat hidup dan martabat bangsa melalui bidang  pendidikan. Hidup, katanya, harus mempunyai nilai bagi masyarakat. Ia bercerita mengenai seorang wanita yang selalu pergi ke tempat kerjanya menumpang becak. Meski ibu asal Malang itu memiliki mobil. Saking seringnya menumpang becaknya, para tukang becak merasa dekat dengan si ibu. Setiap pengemudi becak yang pernah ditumpangi ibu itu merasa bahwa wanita itulah pelanggan setianya. Silaturahmi di antara mereka terjalin akrab. Meski orang kantoran, si ibu itu tidak pernah menolak diajak berbincang-bincang selama perjalanan. Dari masalah keluarga sampai pekerjaan. Beberapa tukang becak bahkan sering mengadukan keruwetan yang sedang dialaminya kepada pelanggannya itu.

Suatu pagi, cerita Pak Gondo, seperti biasa, beberapa tukang becak telah siap untuk dipilih mengantar si ibu ke kantor. Tapi yang ditunggu tak muncul juga. Saat jam kerja usai, si ibu juga tidak muncul. Padahal seperti sebelum-sebelumnya, ibu itu mesti pulang kantor dan menumpang becak. Para tukang becak merasa selama ini si ibu menghargai mereka, meski mereka hanya tukang becak. Sementara orang lain meremehkan. Karena itu mereka tetap menunggu.

Sehari, dua hari, sampai akhirnya seminggu. Si ibu tak tampak jua. Mereka beroleh kabar bahwa ibu itu sakit sehingga tidak dapat masuk kerja. Tuhan akhirnya memanggil si ibu ke sisi-Nya. Para tukang becak berduka. Mereka merasa kehilangan tempat mereka mengadu. Rumah duka sepi dari pelayat.  Bahkan tak satu pun tukang becak langganan si ibu tampak di antara pelayat. Tapi sesaat sebelum jenazah si ibu diberangkatkan, puluhan pengemudi becak, dengan membawa  becak masing-masing, tiba di rumah duka. Rupanya, kebaikan hati si ibu egitu membekas di hati mereka. “Ibu memilih naik becak daripada naik mobilnya,” kata salah seorang di antara mereka dengan mata berkacakaca. “Ibu itu orangnya dermawan,” kata yang lain. Air matanya tampak menetes dan membasahi pipinya. “Ibu itu nguwongke (Jawa: sangat menghargai; memanusiakan) pengemudi becak,” kata yang lain, sambil menyeka air matanya.

“Selamat jalan ‘ibu bagi pengemudi becak’, selamat menemui Sang Penciptamu. Semoga jasamu tak terlupakan. Kami selalu merindukan hadirnya ibu-ibu bagi pengemudi becak sesudahmu.” Seuntai doa sederhana para pengemudi becak dipanjatkan. Saya yakin, doa itu dapat menembus langit dan didengar oleh Tuhan Sang Maha Pendengar.

Merampas becak, menganiaya hati orang kecil

Menyimak cerita Pak Gondo, ingatan saya melayang ke sebuah peristiwa beberapa tahun silam. Disebuah penggal jalan di sebuah kota besar, sebuah truk tiba-tiba berhenti di samping saya. Saya melihat belasan pria berseragam petugas penertiban kota dengan sigap turun dari truk. Saya sempat berpikir mereka hendak menangkap saya. Kalau saya  ditangkap, salah saya apa? Dugaan saya ternyata keliru. Mereka ternyata menghadang sebuah becak berpenumpang yang sedang melaju ke arah mereka. Dengan membentak, mereka memerintahkan tukang becak dan penumpangnya untuk turun. Sesaat kemudian mereka membetot becak itu dari pemiliknya, dan berusaha menaikkan becak itu ke atas truk.

Terjadi tarik-menarik di antara pengemudi becak dan para petugas ketertiban kota. Rupanya pengemudi becak tidak rela alat pencari rezekinya dirampas begitu saja. Ia mempertahankan mati-matian asetnya. Tentu saja ia kalah tenaga, karena kalah banyak. Si tukang becak jatuh terjerembab, setelah gagal mempertahankan becaknya. Ia menyaksikan becaknya dinaikkan ke atas truk sambil menangis sejadi-jadinya. Ia memukul-mukulkan tangan kekepalanya seperti anak kecil. Sangat mengenaskan.

Saya dan penumpang becak menyaksikan peristiwa memilukan itu tanpa bisa mencegahnya. Mata saya berkaca-kaca menyaksikan peristiwa perampasan aset orang kecil di depan mata saya. Saya berdoa semoga pengemudi becak itu diberi kesabaran dan ketabahan menerima cobaan, dan semoga pimpinan para petugas ketertiban itu diberi kepekaan hati. Truk yang membawa becak rampasan meninggalkan kami bertiga. Truk itu berbelok ke kanan, dan sesaat kemudian tidak terlihat lagi. Tangis pengemudi becak belum juga reda.

Kejadian itu membekas dalam ingatan saya. Sampai-sampai saya masih ingat detilnya. Peristiwa itu menyisakan kenangan pahit dalam memori saya.

Beberapa hari kemudian saya membaca di salah satu surat kabar bahwa becak-becak rampasan itu diceburkan ke laut seperti barang yang tidak ada harganya. Mereka rupanya memandang becak-lah yang membuat kota tidak indah. Maka, becak harus hilang dari kota. Dan satu-satunya jalan untuk mengenyahkan selama-lamanya adalah dengan membuangnya ke laut. Sudut pandang itu sangat berlawanan dengan para pengemudi becak. Mereka memandang becak bukan sebagai masalah kecil. Tapi masalah sangat besar.

Sebuah surat kabar juga pernah mengabarkan kasus bunuh diri seorang pengemudi becak setelah becaknya dirampas petugas ketertiban kita. Sebelum bunuh diri, ia sempat menulis surat, sebagai pesan terakhir. Ia menyatakan bahwa kasus becaknya yang dirampas petugas merupakan alasannya bunuh diri. Masalahya hanya satu, “becaknya dirampas”.

Ingat, doa orang teraniaya didengar Tuhan

Orang-orang tersisih ingin diperlakukan adil sebagai warga Indonesia. Tetapi ke manakah harus mendapatkan rasa adil? Manusia tersisih tidak mengetahuinya. Akhirnya mereka hanya berpasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Adil agar dapat memberikan keadilan yang seadiladilnya. Saya mendoakan, semoga para pengemudi becak yang dirampas becaknya dan orang yang tersisih dari perusahaan tetap tabah dan sabar, dan tidak bunuh diri, meskipun terasa sulit. Kalaulah bisa, mereka akan menjadi orang mulia di sisi Tuhan.

Saya dapat memahami mengapa pengemudi becak yang dirampas becaknya menangis sejadi-jadinya. Ia memiliki becak itu dengan cara tidak mudah. Tapi dengan tetesan keringat selama bertahun-tahun. Dengan cara mengangsur. Kadang harus mengangsur harian, mingguan, atau bahkan bulanan. Tergantung penumpang yang berhasil dia angkut dengan becaknya.

Jadi, becak adalah menjadi kawan setianya. Becak bagiya kawan yang membuatnya bergembira  berjalan-jalan mengelilingi kota besar bersama penumpang. Kawan yang membuat sehat karena tetesan keringat ketika mengantarkan penumpang. Kawan yang menjadi tempat tidur di malam hari. Kawan tempat berteduh ketika hujan. Kawan yang membantu menghidupi keluarganya. Kawan yang membuat istrinya menyambut dengan senyuman. Dan kawan yang dapat membuat anaknya bersekolah dan membeli mainan sehingga anaknya bergembira.

Kini ia kesepian, bingung bagaimana menghidupi keluarganya karena tidak punya keahlian yang lain, selain menarik becak. Kawan setianya telah tiada. Kawannya telah meninggalkannya selamanya. Ia orang kecil yang tersisihkan dari perkembangan kota besar yang semakin kehilangan kepekaan hati. Perlakuan yang dialami seperti pengemudi becak juga terjadi dalam perusahaan. Orang-orang kecil seringkali menjadi korban. Seperti dialami pengemudi becak. Ada yang kuat menghadapinya. Ada yang tidak kuat, lalu bunuh diri.

Orang kecil dan teraniaya terkadang terabaikan oleh kita yang merasa menjadi orang besar. Seakan-akan kita tidak membutuhkan mereka. Seakan kita mampu tanpa mereka. Kita sering menganggap mereka sampah yang perlu disingkirkan. Padahal orang kecil yang teraniaya mempunyai senjata sangat ampuh: doa. Doa orang teraniaya sangat didengar oleh Tuhan. Apa yang didoakan dapat segera terjadi. Kalau yang didoakan adalah sangat negatif, sangat mengerikan bagi kita

Tuhan sangat mencintai orang yang ditimpa kemalangan dan bersabar serta mengembalikan bahwa sesungguhnya semuanya milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka Allah akan menempatkan di tempat yang terbaik. [Majalah Cetak PM]

* Beliau adalah ketua STMIK Amikom Yogyakarta, direktur & komisaris berbagai perusahaan dan penulis buku-buku motivasi dan kewirausahaan.

Artikel www.PengusahaMuslim.com

Dapatkan majalah Pengusaha Muslim edisi cetak dan digital. Info lebih lanjut lihat di:

1. http://shop.pengusahamuslim.com/

2. http://majalah.pengusahamuslim.com/


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3175-belajar-dari-pengemudi-1684.html